Polantas di Medan – Viral di media sosial, sebuah video memperlihatkan seorang pengendara yang mengaku diminta uang tilang sebesar Rp 200 ribu oleh oknum polisi lalu lintas (polantas) di Kota Medan. Dalam video berdurasi singkat itu, sang pengendara dengan wajah emosi merekam momen setelah dirinya di duga di berhentikan dan di tilang karena pelanggaran yang tidak di jelaskan secara rinci. Ia menyebutkan bahwa di minta membayar uang langsung di tempat. Uang tunai. Tanpa kuitansi.
Namun, yang mengejutkan justru muncul dari pernyataan pihak kepolisian. Polantas Medan secara resmi membantah tuduhan tersebut. Mereka menegaskan bahwa tidak ada permintaan uang tilang sebesar Rp 200 ribu kepada pengendara. Mereka menyebut bahwa petugas hanya memberikan teguran dan tidak melakukan pungli sebagaimana yang di viralkan.
Bantahan yang Tidak Menjawab Pertanyaan
Yang membuat publik geram adalah narasi pembelaan dari pihak polantas yang terkesan menggampangkan isu. Bantahan itu hanya berisi klarifikasi dangkal yang tidak di sertai bukti kuat. Tidak ada rekaman versi kepolisian. Tidak ada data pendukung. Padahal masyarakat berharap transparansi, bukan sekadar pernyataan defensif yang tak menyentuh inti masalah.
Lalu, mengapa pengendara tersebut sampai merekam dan menyebarkan? Apakah hanya sekadar sensasi? Atau justru ini adalah satu dari sekian banyak pengalaman masyarakat yang sudah muak dengan perilaku petugas nakal yang kerap “memainkan peran” di jalanan?
Reaksi Publik: Kecurigaan Semakin Tajam
Media sosial meledak. Warganet dengan cepat menyoroti pola yang di anggap sudah sangat familiar: pungutan liar dengan dalih tilang. Komentar pedas membanjiri kolom berita. Banyak yang menyebut, “Sudah sering terjadi, tapi selalu di bantah.” Bahkan ada yang berani mengungkap pengalaman serupa situs slot bet kecil, bahwa praktik seperti ini bukanlah hal baru di Medan.
Masyarakat bukan sekadar marah, tapi kecewa. Kekecewaan karena aparat yang seharusnya menjadi penjaga ketertiban malah di duga menyalahgunakan wewenang. Dan ketika ketahuan? Mereka membantah. Tanpa introspeksi. Tanpa bukti pembelaan yang jelas. Seolah publik bisa dengan mudah di bohongi.
Transparansi dan Akuntabilitas yang Diragukan
Jika memang tidak ada praktik pungli, mengapa tidak di rilis bukti CCTV atau rekaman dari bodycam petugas? Bukankah hal itu akan sangat mudah membungkam tudingan miring? Tapi justru yang muncul hanyalah bantahan lisan. Tanpa visual. Tanpa investigasi menyeluruh.
Ini bukan sekadar soal satu pengendara dan satu petugas. Ini tentang kepercayaan publik terhadap aparat hukum. Dan selama jawaban yang di berikan bersifat normatif serta tidak menyentuh akar masalah, maka rasa percaya itu akan terus luntur. Wajar jika masyarakat mulai bertanya-tanya: benarkah ini pembelaan? Atau justru pengalihan?